Love Do [Part 21]

2 hari sudah berlalu sejak kejadian Dewa mendapati papa nya dengan wanita lain selain mamanya. Sejak hari itu Dewa banyak berdiam diri dikamar, menutup dirinya. Disekolah lebih banyak menghabiskan jam istirahat dengan bermain basket di gedung indoor sekolah. Masalah yang dihadapinya dengan Keiko pun perlahan mulai ia lupakan. 

Keiko melirik jam tangannya dengan gelisah. Sudah 10 menit berlalu dan tak ada tanda-tanda hujan akan berhenti. Justru, semakin deras. Sebenarnya berbasah-basah ke resto ayahnya tidak apa-apa, tapi ini sangat deras. Banyak benda penting yang ada dalam tas nya. Sekolah juga mulai sepi. Tersisa beberapa anak sekolah yang juga sedang menunggu hujan reda. Keiko mulai kedinginan, ia segera memakai jaketnya dan memeluk dirinya sendiri. 
Namun, tubuh Keiko membeku seketika saat melihat sosok yang lewat dihadapannya, Dewa, sedang berlari menerobos hujan ke arah tempat parkir mobil.
Ya, terhitung sudah 3 hari ia tidak pernah melihat cowok itu lagi. Sejak kejadian di perpustakaan Keiko merasa jarak mereka sudah terpaut cukup jauh. Beberapa teman-temannya mengira keduanya sudah putus. Dan Keiko mengiyakan itu. Toh, tak ada alasan buatnya menyangkal, setelah Dewa sendiri yang meminta untuk berpisah. 
Keiko menghela napas. Berusaha mengenyahkan pikirannya tentang Dewa. Setiap harinya ia harus melawan perasaan nya sendiri untuk menghapus nama Dewa dari hatinya. Harusnya aktifitas melupakan ini mudah karena ia baru saja akan menyiapkan tempat untuk Dewa di hatinya, tapi justru ia salah. Rasanya susah mengingat Dewa sudah banyak melakukan hal yang selalu bisa membuat hari-harinya berwarna. Terlebih tentang bunda nya. 
Keiko memutar badannya, tidak ingin melihat Dewa pergi dengan mobilnya. Ia lebih memilih duduk di bangku depan kelasnya, membelakangi hujan.
Ia memandangi kakinya. Mengingat kata-kata Lulu kemarin. 
"mama sama papa sering bertengkar,kak..Lulu sedih, gak punya teman, kak Dewa nya jarang dirumah.,kalo Lulu mengeluh ke kak Dewa, dianya malah diam dan langsung masuk kamar..kak Keiko tidak marah kan kalau Lulu sering main kesini..?"
Keiko menyembunyikan wajahnya pada telapak tangannya, mendesah resah. Ia yakin, saat ini Dewa sedang berada pada masa sulit. Harusnya ia bisa berada didekatnya saat seperti ini. Bukan meninggalkannya. Sahabat macam apa aku ini, pikirnya.

"Kenapa nggak pulang...?" suara berat yang dikenalnya dengan baik membuat kening Keiko berkerut. Ia mendongak, mendapati sosok yang sejak tadi menguasai pikiran dan hatinya tengah berdiri disampingnya dengan membawa payung.
Keiko menelan ludah. Kenapa Dewa bisa ada dihadapannya sekarang. 
"..m-masih hujan..aku nggak bawa payung.." gumamnya dengan terbata-bata. Entahlah pengaruh cuaca yang dingin atau karena sensasi aneh di hatinya setelah melihat Dewa sedekat ini lagi setelah beberapa hari tak melihatnya. 
"..ayo pulang, aku antar.." suara Dewa kembali terdengar. Ragu, Keiko menggeleng.
"..biar nunggu hujannya reda, kebetulan aku mau ke Neko (restoran pak Dibyo) dulu.." jawab Keiko tanpa melihat kearah Dewa.
1 detik, 2 detik, 3 detik sampai detik ke 10 tak ada suara yang muncul. Dewa masih berdiri disana. Hening. Hanya suara hujan saja. Keiko mengutuk dirinya sendiri. Menurutnya kalimat yang keluar dari mulutnya barusan terdengar kasar. Dewa memandangi hujan setelah itu kembali memandangi Keiko yang tengah menunduk. Ia memperhatikan jari-jari Keiko berkerut karena kedinginan. 
Genggaman tangan Dewa bagaikan sengatan listrik yang mengagetkannya. Keiko tidak sempat lagi berpikir untuk melepaskan tangannya, malah merapat ke samping Dewa karena payung itu sebenarnya muat untuk 1 orang saja. 
Keiko mengikuti langkah panjang Dewa. Terkesan memaksa namun sentuhan tangan Dewa memberikan kehangatan di sekujur tubuh Keiko yang menggigil karena dinginnya cuaca.
---------------------------------------------------------------

Keiko menghela napas dalam-dalam. Suasana di dalam mobil selama perjalanan meresahkannya. Dewa lebih banyak diam. AC mobil dimatikan, biar tidak makin dingin. Bukannya kepanasan, Keiko malah kedinginan. Keiko menoleh ke Dewa yang lebih fokus menyetir mobil.
"..mau diantar ke Neko atau mau langsung pulang, Kei..?" malah Dewa yang membuka percakapan.
Keiko kembali memandang ke depan.
"..ke Neko saja..mau bantuin ayah kerja.."
"..Neko gak lagi kurang pengunjung kan sampai kamu harus ikutan jadi pelayan disana.."
Keiko mendengus kesal. Kesan yang ia dapatkan dari kalimat Dewa tadi membuatnya manyun. 
"..aku digaji kerja disana..gajinya dipake' buat lanjut kuliah nanti..biar gak banyak nyusahin ayah.." jawab Keiko dengan intonasi meninggi. Dewa menahan senyumnya. Rencana nya berhasil, setelah sejak tadi ia memutar otak bagaimana caranya untuk memulai percakapan. Keheningan tadi membuatnya gila.
Mereka sudah sampai didepan Neko. Keiko mengintip keluar. Hujan masih deras diluar.
Dewa menoleh ke Keiko yang sedang memandangi Neko dengan seksama. Tak sengaja mereka beradu mata.
"..mau diantar masuk..?" tanya Dewa ketika Keiko menghindari mata nya.
"..gak usah..gak bakalan basah-basah amat kok.." Keiko bersiap-siap turun, namun terkejut saat mobil terkunci otomatis. Keiko balik memandangi Dewa. 
"..boleh bicara sebentar...?" cegah Dewa.
Wajah Keiko yang tadinya dingin kini menghangat. Kata-kata itulah yang sejak tadi ingin di keluarkan dari mulutnya. Tapi ia merasa canggung.
"..kalau ini tentang masalah kita, bisa nggak sesudah ujian baru kita omongin..?" pinta Keiko, "..aku juga mau bicarain hal lain, tapi ini tentang kamu Wa'.." lanjut Keiko membuat Dewa mengangguk.
Keiko memperbaiki cara duduknya dan menghadap ke arah Dewa. 
"..Lulu sudah cerita semuanya..kondisi keluarga kamu lagi gak mendukung kamu buat konsentrasi ke ujian nanti..jadi aku mau menepati janji aku dulu,.."
Dewa mengerutkan dahinya. Mencoba mengingat apa janji Keiko dulu.
"..ayo belajar bersama.." lirih Keiko. Dewa seketika tertawa lirih dan menunduk, kemudian mendongak dan tersenyum lebar. Keiko menyipitkan matanya. Tak mengerti arti senyuman Dewa.
"..gak perlu,Kei...aku bisa menghadapi itu kok..aku hanya gak bisa menghadapi Lulu..aku gak tega ngelihat Lulu bingung dengan situasi rumah sekarang..secara psikologi Lulu pasti tertekan..dan aku nggak tau harus bagaimana membuat Lulu tidak merasakan apa yang aku rasa.."
Keiko tahu, ini memang tak mudah buat Dewa sebagai anak pertama. Hanya satu hal yang bisa dia lakukan sekarang. Harus jadi seseorang yang bisa diajaknya untuk bercerita.
"..sebenarnya aku nggak mau tahu dan malas tahu mengenai masalah ini, tapi tadi, waktu lihat kamu masih tinggal disekolah, tiba-tiba jadi ingat keadaan Lulu.."
Keiko tersenyum.
"..sayang Lulu ke kamu lebih besar daripada sayangnya dia ke kakaknya ini..jadi, Kei.." Dewa terdiam sejenak, kemudian melanjutkan kalimatnya, "..jadilah teman cerita untuknya saat ini..meskipun kamu benci banget sama aku..tapi jangan membenci Lulu juga..aku nggak tau harus minta bantuan siapa lagi.."
Keiko tidak menjawab. Memandangi Dewa dengan tatapan penuh arti.
"..aku masih sahabat kamu, kok..kenapa harus meminta..??, " kata Keiko membuat Dewa tersenyum lega.
"..Lulu sudah memintanya sendiri, jadi kamu nggak perlu khawatir..aku siap jadi kakak keduanya.." ucap Keiko dengan seuntai senyum manis.
"..yang aku khawatirkan justru kamu..aku takut kamu akan melakukan hal-hal yang aneh seperti dulu..kata Lulu kamu jarang dirumah..pulang nya selalu tengah malami.."
Dewa menggaruk kepalanya yang tak gatal.
"Wahh..Sepertinya ada detektif kecil dirumahku.." kata Dewa bercanda dan Keiko pun tertawa.
Dewa menghela napasnya lega. Ia menoleh kedepan, memandangi keluar jalanan. Hujan mulai reda.
"..nasib lagi jelek banget ke gue,Kei..." lirih Dewa. Mendapati Dewa menggunakan "gue" dikalimatnya membuat Keiko manyun.
"..bokap selingkuh, siang malam ngajakin nyokap bertengkar..remedial banyak, ujian tinggal hitungan jari.." Dewa mengeluh, "..ditinggal pacar pula.." lanjut Dewa membuat Keiko terperangah. Saat Dewa menoleh kearahnya, Keiko buru-buru mengalihkan pandangan kearah lain.
"..tapi gue nggak ditinggalin sahabat gue..dan gue bersyukur untuk itu.." kata Dewa lirih. Keiko memandangi Dewa dan tersenyum penuh arti.

Sekarang Keiko merasa tenang, setidaknya dengan cara seperti ini, perlahan menghapuskan nama Dewa dari hatinya bisa lebih mudah. Lebih baik berakhir dengan cara seperti ini, dari pada berakhir dengan rasa sakit karena memaksakan diri membenci apa yang tak ingin dibencinya. Mungkin berat namun ia harus bisa melupakan perasaannya ke Dewa.
----------------------------------------------------------------

Dewa merasa lebih tenang, dan lebih bahagia. Diam-diam ia menghela napas panjang penuh kelegaan setelah Keiko turun dari mobilnya. Ia memang membutuhkan Keiko saat ini, lebih dari sekedar sahabatnya. Dengan cara ini, ia berharap kedekatan mereka kembali lagi dan Keiko bisa membuka hatinya lagi. Alasan nya sederhana, Karena ia butuh Keiko disampingnya, karena perasaan yang sungguh menyesakkan adalah menyimpan perasaan aneh ini, pikir Dewa disela senyum tipisnya.

0 komentar:

Posting Komentar