Love Do [Part 5]

Benar saja, adik semata wayang Dewa, Lulu sedang duduk dihalaman sekolahnya seraya memainkan tali sepatunya. Wajahnya merah, kusam karena air mata. Sekolahnya sudah 2 jam yang lalu mulai kosong. Dari kejauhan sepasang cewek dan cowok memakai seragam SMU sedang mengintainya.

“Hei..adik manis kenapa belum pulang?”, Lulu kaget bukan main saat melihat seorang anak muda memakai pakaian biasa mendekatinya. Lulu tiba-tiba teringat cerita mbok Darmi tentang penculikan anak SD yang lagi ramai-ramainya.

“Eh..eh…lagi nunggu jemputan, om..eh..kak..” Lulu terbata-bata. Wajahnya pucat. Apalagi ketika cowok itu berjongkok dihadapannya. Lulu lalu bergeser sejauh mungkin.

“Loh, kenapa? Kok menjauh, jangan takut dong, rumah kamu dimana, biar kakak antarin, mau ya…” Napas Lulu memburu. Ia mulai takut, pasti dia mau nyulik aku nih dengan alasan ingin mengantar pulang,batin Lulu.

Lulu pun berteriak keras seraya menangis saat cowok itu menyentuh tangannya. Dewa dan Keiko pun bergegas mendekat. Dewa tertawa terbahak-bahak. Seketika Lulu berhenti menangis mendengar suara tawa yang dikenalnya itu. Cowok yang ditakutinya itu pun melepas tangan Lulu dan ikutan tertawa kecil. Dewa masih belum berhenti tertawa saat tepat berada dihadapan Lulu.

“Makasih banget ya, bro. Akting lo bagus banget, nih…buat beli rokok..” kata Dewa kepada cowok tadi dan memberikannya selembar uang dua puluhan. Saat cowok itupun pergi Dewa masih tertawa.

“Gue udah tahu banget, Kei, kalau nih anak takut banget kalau mbok Darmi cerita tentang penculikan anak SD yang lagi ramai. Makanya gue sengaja ngelarang pak Diman jemput dia, lalu nyewa cowok tadi berpura-pura jadi penculiknya…berhasil kan…?” ujar Dewa menjelaskan idenya tadi ditengah tawanya. Dan Keiko langsung menegur Dewa karena melihat mata Lulu berkaca-kaca menahan tangisnya. Dewa pun perlahan berhenti tertawa.

Lulu hanya menunduk dan menangis. Keiko lalu berlutut dihadapan Lulu dan menyentuh kedua pipi Lulu.

“Selamat ulang tahun Lulu sayang…” ujar Keiko pelan dan mengusap air mata dipipi Lulu. Lulu langsung memeluk Keiko seraya mengeluarkan suara tangisan yang mengiris hati Keiko dan Dewa.

“Udah, sayang…nggak apa-apa kok, maafin kak Dewa dan kak Keiko ya, nggak ada maksud buat nakutin Lulu kok, ya…udah jangan nangis lagi sayang…” Keiko berusaha menenangkan Lulu. Dewa tak sanggup menahan perasaan ibanya melihat adegan ini. Terlebih ia mendapati air mata Keiko ikut keluar. Dewa teringat kedua orang tuanya yang saat ini pasti sedang sibuk dengan urusan mereka masing-masing.

Dewa pun mengusap kepala Lulu dan ikut berjongkok. Dewa tersenyum kearah Lulu dan ikut mengusap air matanya. Keiko pun melepas pelukannya dan berdiri untuk mengusap air matanya sendiri. Ia teringat akan almarhum mamanya. Ia ingat saat mamanya meminta maaf karena tak bisa bertahan hidup sehari sebelum ulang tahunnya. Air matanya tak mau berhenti.

“Selamat ulang tahun ya adik kakak tersayang..” Dewa pun memeluk Lulu.

“Maaf kakak udah bikin kamu ketakutan..” kata Dewa dan dijawab dengan anggukan Lulu.

“Ayo…kita pergi dari sini. Kamu pasti lapar kan..?” tanya Dewa seraya memperbaiki poni Lulu yang berantakan dikeningnya. Dewa pun berdiri dan matanya lalu tertuju kearah Keiko. Keiko yang tak mau dilihat menangis segera mengusap air matanya. Dewa mengernyitkan dahinya.

“Kenapa, Kei..” tanya Dewa dan menyentuh pipi Keiko yang masih basah. Keiko hanya tersenyum dan menggelengkan kepalanya.

“Kakak kenapa…kok ikutan nangis…? Kak Dewa pasti bikin ulah lagi, makanya kak Keiko nangis, iya kan kak Dewa ?”, ujar Lulu dan memegang tangan Keiko. Keiko tertawa kecil dan mengayun-ayunkan tangan keduanya yang sedang bergenggaman. Dewa dan Keiko lalu berpandangan. Seperti bisa membaca arti tatapan Dewa, Keiko lalu menggelengkan kepalanya.

“Nggak apa-apa, kok. Jalan aja yuk…” ujar Keiko dan menyentuh tangan Dewa yang masih menempel dipipinya. Lulu tersenyum melihat kedua orang yang disayangnya itu saling berpandangan. Lulu pun menarik kedua tangan mereka seraya berlari.

“Pokoknya hari ini Lulu pengen jalan-jalaaaaan, pengen makan es krim yang baaaaanyak..pengen ke pantaiiiiii…” teriak Lulu kegirangan. Keiko ikut tertawa. Dewa masih tak berhenti memikirkan kejadian yang terjadi seharian ini.

---------------------------------------------------------------------------------------

Didalam mobil, Dewa tak banyak omong. Lulu begitu cerewet. Ia lebih banyak cerita dengan Keiko. Dewa berusaha untuk tidak terbawa suasana hatinya. Ia ikutan tertawa dan membuat beberapa lelucon yang hasilnya membuat dirinya harus beberapa kali diejek oleh kedua cewek ini. Dewa selalu susah menang kalau sudah menghadapi keduanya. Mereka kompak. Apalagi kalau sudah cerita tentang cowok-cowok tampan yang selalu mereka lihat saat makan siang di KFC, kesukaan Lulu. Dewa senang bisa melihat Keiko tertawa lepas. Kemanapun mereka jalan Keiko selalu tertawa dengan renyahnya. Dewa selalu suka mendengar tawa Keiko. Dewa pun membelikan kedua cewek cerewet itu boneka Panda yang besar berwarna cokelat yang masing-masing bertuliskan, My Lovely Sister dan My Sweet Heart. Keduanya bahagia banget. Tapi Keiko mengernyitkan dahinya saat diberi boneka tadi. Tapi karena ada Lulu keduanya tampak biasa-biasa saja. Hanya berbagi senyum dan kembali bersenang-senang.

Lulu memang belum tahu kalau hubungan mereka hanya sebatas sandiwara. Dewa belum menceritakannya karena menurutnya Lulu hanya anak kecil. Terlebih keduanya sudah seperti teman. Sejak memperkenalkan Keiko ke Lulu keduanya langsung saling suka. Apalagi Lulu menjadi salah satu murid Keiko di tempat les piano Keiko. Lulu tak pernah berhenti bercerita tentang rasa sukanya pada Keiko. Hampir setiap harinya Dewa mendengar nama Keiko keluar dari mulut Lulu kalau lagi dirumah. Keiko yang cantik dan Lulu suka banget model rambut Keiko. Keiko yang jago banget main piano dan gitar. Keiko yang selalu membuatkannya kepangan rambut yang rapi. Keiko yang jago masak dan selalu membuatkan Lulu kue dari buah Strawberry. Yah, kami bertiga suka banget yang namanya Strawberry.

Bukan dari mulut Lulu saja ia mendengar nama Keiko disebut. Mama, Papa, mbok Darmi dan Pak Diman juga demikian. Keiko sudah menjadi perhatian orang serumah. Semua orang menyayanginya.

Lulu ingin singgah di pantai. Walaupun jam tangan Dewa menunjukkan pukul 4, tapi ia sudah bertekad ingin membuat Keiko dan Lulu bahagia hari ini. Keiko dan Lulu membuka sepatu sekolah mereka dan berlarian ke tepi pantai, bermain pasir dan berteriak. Dewa hanya duduk didekat pohon kelapa, memandangi keduanya yang amat menikmati air laut dan angin pantai. Dewa menghela napas.

Kenapa sejak ngobrol dengan Jimmy gue lebih banyak memikirkan Keiko. Padahal biasanya yang ada dipikiran gue adalah basket dan basket. Dan entah kenapa, seharian ini Keiko menyentuh perasaan gue. Gue takut, takut dengan perasaan gue sendiri. Karena inilah pertama kalinya gue mengenal hati gue sendiri. Ya, gue takut…takut karena tak lama lagi semua ini berakhir. Gue takut kehilangan semua moment ini. Semua yang sudah kita lewati bersama-sama. Gue takut kehilangan elo, Kei. Gue nggak mau kita jauh karena keegoisan yang gue hadirkan.

Dewa bangun dari lamunannya karena Keiko datang menuju kearahnya seraya tertawa. Ia menegakkan tubuhnya dan memasukkan tangannya kedalam saku celana. Senyum simpul terlukis diwajah tampannya.

“Kok nggak ikutan…seru loh..” ujar Keiko dan bertolak pinggang memandangi Lulu yang masih sibuk dengan pasir pantai. Dewa hanya terdiam. Bukannya melihat kearah Lulu, melainkan memandangi sisi wajah Keiko. Dewa merasa khawatir dengan perasaannya sendiri. Mana mungkin hatinya mengatakan hal-hal tadi.

“Oh iya, gue boleh ikut sampai di kantor om gue nggak?” tanya keiko membuat Dewa tersadar.

“Oh, iya…boleh…tapi lo punya janji dengan Mona, kan?” Dewa berusaha bersikap tenang.

“Pulang dari kantor om, gue langsung kerumah Mona. Kasihan ayahnya sudah seminggu nggak kerja dikantor yang dulu karena kena PHK. Gue mau coba cari lowongan buat beliau diperusahaan nyokap yang dulu.” Ujar keiko dan kembali memandangi Lulu yang sedang bermain sendiri. Dewa lalu berdehem.

“Kei…Tessa udah tahu masalah hubungan kita..” ujar Dewa.

“Iya, gue sudah tahu…” kata Keiko dan balik memandangi Dewa yang mengernyitkan dahi karena bingung.

“Iya, gue tadi mendengar percakapan kalian. Dan sangat terkejut waktu tahu ada alasan lain lo memilih gue jadi pacar lo selain menghindari julukan Cowok Populer.” Kata Keiko membuat Dewa memaksakan senyumnya.

“Boleh tahu nggak kenapa lo sama Lana bisa putus?” tanya Keiko. Yang sebenarnya Dewa tak ingin cerita.

“Gue sama Lana nggak cocok dalam berbagai hal. Tapi jujur, gue sayang banget sama dia. Dia benar-benar tipe cewek yang gue suka. Feminin, cantik, dan pengertian. Sayangnya, dia mulai berubah sejak menjadi finalis salah satu lomba untuk cover majalah remaja. Dan sayangnya juga, waktu buat gue udah nggak ada sama sekali. Tapi, Kei…boleh nggak kita nggak membahas tentang Lana?. Itu sudah lama berlalu, “

“Tapi…Lana sepertinya nggak suka dengan hubungan ini. Dan sebaiknya lo harus bicara baik-baik dengan Lana. Lo nggak boleh benci dengan Lana, karena gue rasa…Lana masih suka sama lo..dia masih punya perasaan sayang. Buktinya dia ngasih lo foto-foto mesra kalian waktu masih pacaran dulu..”

“Lo udah lihat isi kotak pemberian Lana?”. Keiko berusaha tak panik.

“Iya…soalnya penasaran sih…tapi seru juga ya kalian waktu pacaran. Kelas 1 SMU ya?”,elak Kei mengalihkan pembicaraan ke foto-foto itu.

“Lo nggak sopan banget…”

“iya deh, sori…pokoknya gue saranin lo harus bicara baik-baik. Jangan sampai lo nyesal suatu hari. Gue udah ngerasain bagaimana sakitnya saat orang yang ingin kita mintai maaf pergi dari hidup kita…”

Keduanya terdiam dengan pikiran masing-masing.

“Kei…kenapa lo bisa tahu kalau nyokap gue selalu nyuruh gue sarapan pagi…?” tanya Dewa. Keiko hanya tersenyum simpul. Ternyata Dewa masih mengingat omelan ny di mobil tadi saat maag nya kambuh.

”Nyokap lo pernah cerita waktu gue ngantar Lulu pulang dari kursus piano. Beliau bilang…lo adalah anak yang susah banget diingatkan untuk makan tepat waktu. Lo terlalu cuek dengan kesehatan, cuek dengan orang-orang disekitar lo…”

“Heh…itu artinya gue menuruni sifat mereka…cuek akan keluarganya...tahu nggak, Kei, gue rasa saat ini nyokap dan bokap gue nggak ada yang ingat dengan ulang tahun Lulu. Itu karena mereka lebih sayang pada diri mereka sendiri, dari pada anak-anaknya”

Keiko hanya diam memandangi Dewa. Dewa hanya tersenyum sinis seperti mengutuk dirinya sendiri akan kebahagian sebuah keluarga utuh yang didambanya.

“Gue selalu malu kalau udah bicara tentang keluarga….rasanya lucu, orang yang katanya popular tapi punya masalah dikeluarga. Nggak pantas banget, kan?”

Keiko terdiam. Apa yang dirasakan Dewa saat ini sama dengan keadaannya dulu. Tapi Keiko sudah berniat untuk tidak mengingat semua kenangan akan bundanya. Ia tidak ingin menyiksa diri lagi.

“Gue rasa nggak ada yang lucu. Mungkin lo belum banyak memahami tentang kedua orang tua lo. Sebagai seorang anak kita nggak harus selalu minta dimanjakan. Ada saatnya kita harus menjalani hidup ini sendirian. Dan gue rasa hal itulah yang ingin diajarkan nyokap bokap lo. Mereka ingin lo terlihat menjadi lelaki yang mandiri, dewasa, dan siap menghadapi apapun yang akan lo hadapi dimasa depan lo nanti tanpa mereka.” Kata Keiko.

Dewa berusaha mencerna kalimat Keiko.

“Ingat nggak waktu suatu sore nyokap lo ngajakin gue belanja di Mall, saat itu lo marahin gue didapur gara-gara bertepatan dengan jadwal latihan lo. Gue bingung harus milih ikut nyokap lo atau harus ikut lo. Tapi gue lebih memilih ikut nyokap. Lo nggak terima dan membanting bola basket didapur sampai kena kaca lemari makan. Trus nyokap lo masuk dan melihat kita. Itulah pertama kalinya gue ketakutan melihat lo marah. Lo pergi dari rumah dan baru pulang tengah malam. Dan tahu nggak, nyokap lo membatalkan niatnya untuk belanja di Mall dan lebih memilih menunggu lo dirumah dengan kekhawatiran yang berlebihan.” Kata Keiko membuat Dewa diam. Ia sedang mengingat kembali kejadian itu.

“Gue ingat, betapa gue sangat egois saat itu. Gue hanya nggak suka lo terlalu dekat dengan nyokap. Gue takut lo bakal tahu sisi gelap gue. Gue takut elo bakal ikut-ikutan dengan mereka…dan satu persatu orang akan meninggalkan gue sendiri. Dan itulah ketakutan yang nggak bisa gue hindari, gue takut sendiri menjalani hidup ini…dan jangan tertawa,karena kelemahan gue ini..” ujar Dewa membuat Keiko menoleh kearahnya. Demikian halnya dengan Dewa. Keiko tersenyum membuat kening Dewa berkerut.

“Seorang Dewa ternyata punya rasa takut juga, gue kira…lo adalah satu paket utuh yang tidak takut pada apapun. Lo gue anggap seperti manusia baja. Nggak akan hancur oleh serangan apapun. Lo orang yang nggak peka pada apapun. Tapi sekarang gue tahu kalau semua itu justru menjadi kelemahan lo…”

Dewa menggangguk, membenarkan kalimat Keiko.

“Dengan keangkuhan yang lo punya, keegoisan, acuh, sombong dan moody, dan semua sifat dingin inilah yang bisa menjadi boomerang lo nantinya. Lo bakal ditinggalkan oleh semua orang. Dan penyesalan itu selalu datangnya belakangan,Wa'…”

Dewa memalingkan wajahnya. Mencerna kalimat yang dengan jujur dikatakan Keiko. Keiko menghela napas panjang. Dia teringat mamanya.

“Gue juga pernah seperti ini. Gue selalu ingin dimanja. Gue benci jadi mandiri. Gue benci di cueki. Tapi karena hal ini gue malah ditinggalkan oleh orang yang sangat gue harap bisa mencintai gue…”

Sastra menoleh kembali kearah Keiko. Tatapan Keiko kosong.

“mantan elo…?” tanya Dewa menebak. Keiko menggelengkan kepala. Dia tersenyum kemudian dan memperbaiki raut wajahnya.

“Nggak usah dilanjutin deh,Wa'..Kalau mengingatnya yang ada cuma penyesalan. Gue nggak mau menyiksa diri gue sendiri…lagian,..elo pacar pertama gue..” ujar Keiko. Dewa menoleh kearah Kei.

Keiko yang merasa sedang dipandangi oleh Dewa langsung panik dan menoleh kearah Dewa juga.

"Ehh,..maksud gue..pacar bohongan..elo pacar bohongan pertama gue...mm..ehh,maksudnya..ini pertama kalinya gue pacaran bohong-bohongan..i mean..gue brharap nggak ada lagi pacar bohongan berikutnya..yahh,boleh dibilang..ini pacaran pertama gue,walau bohong-bohongan.." kepanikan melanda Keiko.

Tawa Dewa meledak. Keiko langsung menonjok lengan Dewa saking malunya. Wajahnya bersemu dan Dewa melihat itu.

Hari ini rasanya sudah cukup untuk bersenang-senang. Walaupun Keiko merasa ia tak ingin hari ini berakhir. Ia sangat bahagia bisa berada bersama Dewa dan Lulu, berbagi kebahagiaan yang dicarinya beberapa tahun yang lalu. Punya boneka baru, main di Pantai seperti dulu bersama ayah dan bunda. Walaupun lelah, ia terus mencoba memaksakan tawanya. Dan Dewa tahu itu. Namun tak berani menegur Keiko. Hari ini Dewa sudah berjanji pada dirinya sendiri untuk tidak lagi membuat Keiko merasa bersalah pada dirinya sendiri. Apalagi berhadapan dengan sifat bossy-nya.

Dewa pun mengantar Keiko kerumah om nya seperti yang Keiko minta tadi. Saat sampai di halaman rumah om nya, Keiko lalu melirik ke jok belakang. Nampak Lulu sedang tertidur dengan pulasnya. Keiko lalu mengulurkan tangannya dan mengusap wajah Lulu seraya tersenyum tipis.

Dewa melihat itu dan memandangi wajah Keiko. Dewa menyukai sifat penyayang Keiko.

Keiko lalu berbalik kedepan dan membuka tasnya, ia mengeluarkan cardigan kuningnya dan menyelimuti tubuh Lulu dengan cardigan itu.

“Entar suruh mbok Darmi langsung pakein minyak angin diperut dan punggung Lulu biar nggak masuk angin, apalagi tadi di Pantai itu dingin banget. Oh iya, sekalian di kakinya, jangan sampai lupa loh…”kata Keiko dan hanya dijawab dengan anggukan kepala Dewa.

“Makasih ya, Wa' udah mau ngantarin…gue pulangnya naik bis aja nanti, oh iya,……mau dicariin Wallpaper lagi nggak di Warnet?” tanya Keiko sebelum turun. Dewa menghela napas dan memandang kearah depan. Kenapa sih Keiko selalu bisa membuat sisi gelap dirinya selalu muncul.

Keiko menunggu jawaban Dewa. Tapi tak kunjung muncul. Yang ada Keiko merasa dongkol. Baru aja tadi di nasehati tapi kelakuan jeleknya yang cuek itu muncul lagi. Keiko pun membuka pintu mobil disisinya.

“Gue berulang kali bilang, jangan pernah naik bis kalau pulang malam, dan lagian koneksi internet dirumah udah bagus jadi lo nggak perlu nyariin gue Wallpaper. Kalau ada apa-apa hubungi gue aja, entar gue suruh pak Diman jemput…” ujar Dewa mengurungkan niat Keiko untuk turun. Dewa melirik sinis. Keiko memonyongkan bibirnya. Kirain Dewa bilang dia bakal menjemput Keiko, ternyata pak Diman. Dasar.

“Kenapa?, nggak mau kalau pak Diman yang jemput…atau gue kirimi taksi aja…”

“Nggak perlu, mendingan naik bis dari pada harus ngerepotin pak Diman. Gue bukan anak kecil, tau…” kata Keiko kesal dan turun dari mobil dan membanting pintu mobil sekuat tenaga. Dewa terkejut dengan sikap Keiko.

“Ya udah, terserah…” kata Dewa mengeraskan suaranya agar Keiko mendengar. Tapi Keiko terus berjalan kedalam rumah om nya yang pintunya telah dibuka.

Dewa tersenyum menang. Ia sengaja membuat Keiko marah-marah. Soalnya seharian ini Dewa cemas dengan isi kepalanya, juga hatinya yang hanya memikirkan Keiko. Ia berusaha mengindahkan apa yang ada dipikirannya tentang jatuh cinta.

-------------------------------------------------------------------------------------------

To Be Continue...

0 komentar:

Posting Komentar