Love Do [Part 3]

“Wa', lo kok suka banget nyuekin Keiko, sih. Kasihan gue ngelihatnya. Padahal dia rajin banget nemenin lo kemana-mana. Sekali-kali lo ajakin dia jalan-jalan gitu ke pantai, liburan. Apalagi entar lagi kan hubungan lo dan dia genap sebulan. Dan selama sebulan bersama dia gue nggak ngelihat perubahan apapun pada diri lo. Yang berubah tuh justru si Keiko. Lo tetap aja kayak dulu. Malah lebih parah. Lo jadi sering marah-marah. Kalau Keiko, dia itu dulu kan kutu buku banget. Tapi semenjak dia jadi pacar lo waktunya dia habisin hanya untuk nemenin elo. Trus elonya, sama aja, sok berkuasa. Gue bukannya ngebelain dia. Gue kenal lo melebihi siapapun, man. Gue tahu alasan yang membuat elo memilih dia jadi pacar lo. Tapi gue nggak mau lo lebih mementingkan diri lo sendiri. Keiko mungkin nggak pernah protes. Tapi gue yakin, jauh didalam hatinya tuh dia sudah lelah lo perlakukan seperti itu. Kalau alasan lo memilih Keiko agar hidup lo lebih damai, seharusnya lo memperlihatkan ke semua anak-anak lo nggak main-main saat memilih Keiko.” kata Jimmy.

Dewa menghela napas. Jimmy, sahabatnya yang dulunya paling benci yang namanya Keiko mendadak berubah 180 derajat. Ia malah memberikan nasehat yang tak pernah terlintas dipikirannya.

Bu Wastri sempat menegur Dewa.

“Gue dulu emang benci banget sama Keiko. Soalnya dia kan cerewet banget. Dan bukan lo banget. Dia beda dari mantan-mantan lo. Tapi gue mulai suka cara berpikir dia. Cara dia menjalin persahabatan. Dia punya sesuatu yang tidak dimiliki cewek lain pada umumnya. Cewek yang selalu ngejar-ngejar lo. Seperti Lana. Dia misterius banget. Dan gue rasa, lo bakal menyesal kalau elo tetap dengan sikap kaku lo ini dalam menjalin hubungan. Keiko udah berubah menjadi ratu di sekolah kita. Kharismatik banget. Gue rasa sebagian cowok dari sekolah kita pada iri melihat lo jalan sama cewek unik seperti Keiko. Apalagi dengar-dengar, Bondan, anak IPS itu lagi ngejar-ngejar Kei”.

Dewa lalu meletakkan pensilnya dimeja seraya memandang seisi kelas. Bu Wastri nampak sibuk bolak-balik memperhatikan siswa-siswinya. Dewa merasa bingung sendiri kenapa emosinya terusik hanya mengingat kalimat Jimmy. Namun Dewa tersenyum mengingat kembali wajah Keiko kalau lagi bingung. Kalau lagi bingung tuh anak pasti menggaruk hidungnya. Cewek aneh itu memang beda dari cewek lain. Tapi apa benar gue sejahat itu sama cewek penyuka ikan asin dan Strawberry itu.

“Dewa…udah selesai belum? kok gelisah amat…” bu Wastri membuyarkan lamunannya seketika.

“Eh, belum, bu,” jawab Dewa gagap.

“Kenapa? Lagi marahan sama Keiko? “ Bu Wastri tersenyum menggoda. Dewa tak pernah menyangka semua orang begitu perhatian akan hubungan yang hanya sementara ini.

“Nggak kok, bu. Eh, tapi…Keiko kurang sehat, bu. Jadi..saya agak khawatir,” kalimat Dewa yang tegas dan tanpa malu-malu itu membuat semua mata tertuju padanya. Diselingi suara gaduh Dewa menggaruk-garuk hidungnya seraya tersenyum tipis. Dewa terkejut sendiri mendapati dirinya menggaruk hidungnya yang tak gatal seperti yang biasa dilakukan Keiko kalau lagi bingung.

“Ya udah, karena ibu tahu kamu sayang banget sama Keiko, ibu ijinin kamu untuk keluar. Ujian pertama kamu yang kemarin nilainya bagus jadi sebenarnya kamu nggak usah ikutan mengulang hari ini…” kata Bu Wastri membuat gaduh isi kelas. Dewa tersenyum bahagia.

“Huss…yang lain jangan ribut. Tetap lanjutkan mengerjakan soal. Waktunya sisa 15 menit lagi. Cukup Dewa saja yang tahu nilai ujian pertamanya. Biar kaliannya lebih serius mengerjakan ujian kedua ini.”

Dewa tertawa sendiri saat ia sedang berjalan menuju Perpustakaan. Hari ini berbohong untuk menghibur Keiko bukanlah suatu dosa. Tapi jujur, Keiko memang nampak pucat tadi.

Dewa masuk kedalam Perpustakaan, melongokkan kepalanya mencari sosok Keiko. Dewa akhirnya mendapati Keiko sedang bersandar disalah satu rak buku seraya membaca. Dewa pun mendekati Keiko.

“Ini dia bukunya, udah ketemu..”

Keiko yang ternyata sedang sibuk mencari buku bacaannya langsung berbalik untuk pergi kemeja baca. Bersamaan pula Dewa datang mendekatinya. Dewa tersenyum melihat Keiko menggaruk-garuk hidungnya dan kembali lagi ke rak buku sebelumnya.

"Hei..!!" tegur Dewa membuat Keiko terkejut dan berbalik kearahnya.

"Loh..lo ngapain disini..??" Keiko mengerutkan dahi.

"Husss...jangan pake lo gue..tuhh..banyak anak2 kali.." bisik Dewa.

Keiko kontan menggigit lidahnya karena menyadari kalau mereka tidak hanya sendiri di perpustakaan. Nyaris saja.

“Kamu ngapain disini? Emang ujiannya udah kelar?” Keiko mengulangi pertanyaannya tapi lebih santai dan tak perlu berbisik-bisik. Selalu seperti ini.

Dewa tersenyum dan bersandar di rak buku.

“Udah, hebat kan?, aku dapat tiket gratisan untuk keluar tanpa harus ngumpul hasil ujiannya,” kata Dewa ikut-ikutan berbisik membuat Keiko bingung dan menggaruk hidungnya. Dewa tertawa dan mengambil buku yang ada ditangan Keiko.

“Kei, hari ini kamu mau kemana? Kita jalan-jalan yuk, aku traktir kamu, kamu boleh memilih tempat makan yang paling mahal. Pokoknya hari ini kamu jadi bos besar…” ujar Dewa agak meninggikan suaranya. Keiko buru-buru membekap mulut Dewa.

“Jangan berisik, entar kamu diusir sama guru piket. Lagian aku nggak ngerti maksud kamu tadi tentang tiket gratisan, apaan ?” Keiko pun berdiri disamping Dewa,menyandarkan badannya di rak buku.

“Aku tadi bete dalam kelas, soalnya susah banget. Bu Wastri melihat kebetean aku trus beliau nanya apa yang bikin aku bete. Trus aku bilang, kamu tuh lagi sakit, jadi aku khawatir. Langsung deh aku dikasih ijin untuk ketemuan sama kamu.”

Keiko lalu melototkan matanya tak percaya Dewa bisa membohongi bu Wastri.

“Kamu sinting, aku kan nggak sakit.”

“Tapi kamu tuh pucat, Kei.” Ujar Dewa. Keiko lalu menggelengkan kepalanya.

“Aku nggak mau kemana-mana. Aku mau nyelesain baca buku ini. Hampir seminggu nggak dibaca. Lagian kamu kan ada latihan basket entar sore…” Keiko menolak dan berjalan menuju meja baca. Dewa masih terdiam ditempat. Teringat kembali kata-kata Jimmy. Jimmy ada benarnya. Gara-gara harus sering menemani gue terus, Keiko harus absent dari hobi-hobinya. Dan ini tidak adil. Tapi kenapa Keiko tetap memberikan support. Malah menyuruh gue untuk tetap latihan basket.

Dewa pun menyusul ketempat Keiko membaca. Didekat tempat Keiko membaca ada beberapa siswa. Mau nggak mau Dewa harus memperlihatkan kemesraan mereka. Termasuk mengubah kata ‘gue-elo’ menjadi ‘aku-kamu’.

“Kei, hari ini latihannya aku batalin. Kata Jimmy banyak anak-anak yang ujian besok. Jadi sampai sore nanti kita bisa pergi jalan-jalan.”

Keiko masih cuek. “ayo dong, Kei. Kita kemana aja, terserah kamu yang penting kamu yang pilih mau kemana. Mau ya, Kei…”

Keiko menoleh kearah beberapa siswa yang ada disekitarnya sebelum menoleh kearah Dewa.

“Tumben lo nggak memaksa. Biasanya kan lo mau ditemani untuk setiap urusan. Kenapa hari ini harus gw yang milih tempat? Benar-benar lagi sinting ya…” bisik Keiko tak mau terdengar oleh siswa lain. Kesannya kedua pasangan ini sedang ngobrol dan berbagi kalimat mesra layaknya orang yang sedang pacaran. Toh mereka nggak ada yang dengar dan tahu.

“Terserah lo mau ngomong apa. Yang jelas gue mau balas budi sama lo karena hampir 3 bulan lo udah mau berpura-pura jadi pacar gue.” Bisik Dewa karena tak mau ketahuan. Keiko berpikir sejenak seraya memperhatikan Dewa. Dewa mempertegas melihat mata Keiko yang benar-benar indah dan mendamaikan hati. Kenapa baru sekarang Dewa memperhatikannya.

“Sebenarnya, pulang sekolah ini aku mau kekantor kakak dari mama aku, dan rencananya dari sana seperti biasanya menemani kamu main basket, dan juga aku udah nyuruh Didit untuk menyuruh Mona datang ke lapangan basket. Ada yang mau aku bicarakan dengan Mona tentang ayahnya.” Ujar Keiko datar. Dewa hanya diam. Keiko tersenyum tipis dan kembali memusatkan perhatiannya pada buku didepannya. Dewa tahu ia tak pantas untuk memaksakan kehendaknya lagi seperti biasanya.

“Ya udah nggak apa-apa kalau kamu nggak bisa. Aku tinggal dulu, ya? Kamu baca buku aja, aku mau kekantin…” Dewa memutuskan untuk meninggalkan Keiko.

“Dewa'…” Keiko memanggilnya lagi. Lelaki itu berbalik dan kembali duduk disebelah Keiko.

“Kenapa sih sama kamu?, tadi pagi kamu adalah Dewa yang aku kenal. Tapi siang ini kamu seperti orang lain. Dewa yang aku kenal, saat aku menolak apa yang kamu perintahkan kamu akan bilang ‘Pokoknya harus’, dan kalau aku benar-benar nggak bisa kamu akan pergi dengan wajah marah dan membuat aku selalu merasa bersalah dan wajib minta maaf. Kamu benar-benar lucu…”

Dewa terdiam. Ia tak berani memandang Keiko. Keiko lalu mendongak memandang wajah Dewa. Dewa merasa lucu dan langsung mencubit kedua pipi Keiko. Keiko mengadu sakit disela-sela tawanya. Dewa pun tak bisa berhenti tertawa melihat wajah Keiko yang menggemaskan. Tessa, teman satu tim basket Dewa pernah bilang kalau Keiko memiliki senyum termanis disekolah ini. Dan Dewa setuju dengan pendapat Tessa. Keiko terlihat cantik apabila tersenyum seperti sekarang.

“Ya udah, kamu kekantin aja sekarang. Aku mau baca buku dulu, kita jangan keseringan terlihat bersama. Entar sahabat-sahabat kamu pada benci sama aku dikirain udah mempengaruhi kamu untuk lebih banyak waktu ke aku,” ujar Keiko. Dewa mengerti.

“Ya udah, aku kekantinnya sendiri aja. Sorry nggak bisa nemenin kamu disini,” ujar Dewa dan berdiri. Keiko hanya mengangguk. Mereka hanya saling berbagi senyum.

Keiko menghela napas. Inilah yang paling dibencinya dari hubungan ini. Kepura-puraan. Dan satu lagi, sikap Dewa yang kadang manis dan selang beberapa jam kemudian berubah menjadi cowok aneh. Suka memerintah, harus mau mengikuti kemauannya. Dasar egois. Tapi ini kan nggak bakalan lama. Tak lama lagi mereka akan lulus dari SMU. Apalagi saat ini mereka ada di pertengahan semester akhir.

“Halo, Keiko..” Keiko terkejut saat ada yang menyapanya. Ternyata Lana. Cewek popular, finalis model salah satu majalah remaja terkenal dikota ini. Dia anak IPS, yang punya banyak fans. Tak ada seorang pun siswa yang tak mengenalnya. Apalagi dia adalah mantan pacar Dewa. Entah kenapa mereka putus. Aku nggak tahu apa-apa. Karena tiap menanyakan hal tentang Lana, Dewa pasti selalu menghindar.

“Eh, Lana. Duduk…” Keiko mempersilahkan Lana duduk disebelahnya. Lana hanya tersenyum dan menggelengkan kepalanya.

“Nggak usah, Kei. Biar berdiri aja. Cuma mau bilang, kalau hari ini ulang tahun Lulu, adik Dewa, bisa ngasih ini nggak buat Dewa,” kata Lana dengan nada sombong. Keiko pun menerima sebuah kotak berwarna merah hati.

“Apaan nih?” tanya Keiko bingung. “Bilang aja dari Lana. Isinya ada kado buat Lulu.”

“Oh, tapi…kenapa nggak langsung ngasih ke Dewa aja. Dewa ada dikantin kok,liat kan tadi..??” Kata Keiko membuat Lana tersenyum tipis.

“Tadinya sih mau aku kasih waktu lihat dia masuk perpus. Tapi sayang, kalian lagi bermesraan jadinya batal,” ujar Lana dan memangku tangan. Keiko tersenyum.

“Ya udah, nanti aku kasih. Kebetulan kita emang mau ngadain pesta kecil-kecilan buat Lulu sore ini.”

Raut wajah Lana berubah seketika. Keiko berhasil membuat Lana marah. Soalnya orangnya belagu banget. Mentang-mentang nggak terima Dewa lebih milih aku ketimbang dia. Emang gue nggak bisa apa bikin dia marah?. Buktinya berhasil, wajahnya sama dengan Dewa kalau lagi marah. Kayak udang rebus.

“Oh, ya?...acara apaan..?” tanya Lana. Keiko cepat-cepat berpikir.

“Kita bertiga rencananya mau jalan-jalan keliling kota, tergantung Lulu nya mau kemana. Kamu pasti tahu juga dong dimana tempat favorite Lulu…bisa kasih ide nggak?”

Kontan aja Lana naik darah. Ia lalu berlalu dengan menghentakkan kakinya saking jengkel. Keiko menghela napas untuk kesekian kalinya.

“Oh tuhan….kenapa engkau menciptakan makhluk seperti Dewa dan Lana. Kenapa kau tak menjadikan mereka pasangan saja. Aku tak tahan tiap hari seperti ini. Aku ingin kehidupanku yang dulu.” Keiko mengaduh dalam hati. Ia pun lalu iseng menbuka kotak pemberian Lana. Lana terpana melihat album foto yang isinya foto mesra Dewa dan Lana saat mereka masih pacaran dulu. Penting kah hati Keiko saat ini merasa galau.

-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

To Be Continue......


0 komentar:

Posting Komentar